Inilah Di Balik Ketenaran Jokowi

Fenomena politik teranyar tiba-tiba menyeruak di jagad Indonesia. Rating ketenaran Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, melesat bak meteor yang jatuh di Siberia, Rusia. Mengguncangkan dunia persilatan politik dan menggegerkan masyarakat. Gubernur yang sering dipanggil Jokowi ini berdasarkan survei baru-baru ini ia bisa menjadi salah satu kandidat presiden yang sangat berpotensi.

Saking hebohnya, kemudian berkembang sebuah pembicaraan di masyarakat bahwa calon presiden manapun kalau ditandemkan dengan Jokowi kemungkinan bisa memenangkan pemilu kursi nomor satu Indonesia. Bukan hanya itu, ada joke yang mengatakan bahwa Jokowi bisa menang pilpres meskipun disandingkan dengan sebuah benda mati, seperti bangku.

Unik, Jokowi yang berwajah sederhana itu mampu meng-KO para kandidat presiden yang setiap hari beriklan dan menyatakan memiliki kedigdayaan dalam mengatur negeri 240 juta penduduk ini. Pria asal Solo tersebut mengeliminir nominasi mereka yang berkantong tebal dan bahkan memiliki segudang konsep dalam membenahi negeri. Jokowi menyingkirkan (secara tidak sengaja) mereka yang menggunakan rekayasa dan pencitraan dalam meraih kekuasaan.

Sepertinya, rakyat sekonyong-konyong mendapatkan seorang figur yang dicari-cari. Satrio piningit yang ada dalam dunia pewayangan seolah turun ke bumi. Mereka jatuh cinta mati atas apa yang dilakukan Jokowi. Persis dalam konsep orang Jawa: tumbu entuk tutup, atau dalam kata orang Amerika, the dream comes true.

Ketenaran Jokowi dalam khazanah literatur politik Indonesia sungguh sangat fenomenal. Pria yang sangat sederhana ini menjadi magnet keberpihakan masyarakat. Padahal, jujur saja, baru sedikit sekali berprestasi yang mampu ditorehkan. Di sisi lain, bapak berperawakan ceking itu tidak memoles dirinya dengan pencitraan. Bajunya sering kedodoran, jalannya tidak diatur, tutur katanya kadang tertata rapi dan diksinya-pun juga tidak bagus-bagus amat. Sangat diyakini, Jokowi tidak pandai ber-acting apalagi memiliki tim image building sehingga karya-karyanya terlihat agung di masyarakat.

Pria yang memiliki nama asli Joko Widodo ini pada galibnya hanya sekedar melakoni peran sesuai dengan jabatan yang diamanahkan kepadanya. Dengan kesungguhanya ia mencoba mengaplikasikan apa yang pernah dilakukannya di Solo, yakni blusukan untuk mendapatkan informasi yang sahih. Setelah itu dengan cara yang praktis (sederhana) ia akan carikan solusi yang tidak kolutif. Semua diabdikan untuk kepentingan publik. Di atas semua itu, Jokowi tidak takut ataupun khawatir terhadap jabatan selanjutnya. 'Egepe' apakah terpilih lagi atau tidak.

Karenanya, dalam merespon popularitasnya yang meroket, Jokowi juga tidak antusias. Menurutnya, ia hanya insan biasa dan tidak lebih dari lainnya. Jawaban-jawaban seperti inilah yang kini dirindukan oleh masyarakat. "Apalah saya ini. Orangnya kurus, jelek lagi. Makannya juga cuma tempe," katanya suatu saat. Kata-kata yang sangat magis di zaman sekarang.

Jokowi adalah the right man in the right time. Dalam jagad politik di tanah air, masyarakat Indonesia secara tidak sadar tengah mengalami kelelahan mengikuti sepak terjang beberapa partai politik dan politisi yang kadang mengutamakan rekayasa atau pencitraan. Meskipun reformasi telah bergulir lebih dari satu dasawarsa, namun hasilnya dirasakan masih saja kurang. Keterbukaan informasi kepada publik jua yang akhirnya membongkar bahwa inti dari pencitraan adalah sebuah kamuflase, kepura-puraan dan ketidaknyataan. Dunia acting rupanya hanya cocok untuk layar lebar tapi bukan yang tepat untuk servis publik.

Dalam terminologi agama, apa yang dilakukan oleh Jokowi itu disebut dengan ikhlas. Melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati tanpa punya pamrih. Tidak peduli apa kata orang, selama yakin atas kebenaran maka akan diusahakan semaksimal mungkin. Selebihnya diserahkan kepada yang diatas.

Ikhlas adalah asas keberhasilan dan keberuntungan di dunia dan akhirat. Ikhlas ibarat pondasi bagi sebuah bangunan dan ibarat ruh bagi sebuah jasad, di mana sebuah bangunan tidak akan dapat berdiri kokoh tanpa pondasi, demikian juga jasad tidak akan dapat hidup tanpa ruh. Oleh karena itu, perbuatan yang kosong dari keikhlasan akan menjadikannya mati, tidak bernilai serta tidak membuahkan apa-apa.

Menurut ustad kondang Jeffri Al-Bukhori, ikhlas mempunyai banyak tanda dan ciri-ciri. Di antara tanda-tanda tersebut adalah: Pertama, orang yang ikhlas takut akan kemasyhuran dan sanjungan yang dapat membawa fitnah kepada diri sendiri. Kedua, senantiasa menganggap dirinya hina. Hatinya tidak boleh dimasuki oleh sifat takabur dan takjub terhadap diri sendiri.

Ketiga, lebih menyukai perbuatan kebaikan secara sembunyi-sembunyi daripada amalan yang dipenuhi dengan iklan dan irama kemasyhuran. Keempat, tidak bekerja semata-mata untuk mencari keuntungan atau mencapai kemenangan saja, namun juga karena pengabdian kepada YME. Kelima, senantiasa merasa gembira dengan adanya orang-orang yang mempunyai kemampuan melebihi dirinya. Ia bisa berbagi pekerjaan dan memberi peluang kepada siapa saja yang mampu untuk menggantikan posisinya tanpa merasa berat hati.

Itulah konsep ikhlas yang tetap relevan dan bersifat universal. Manakala rasa ikhlas dalam bekerja dikedepankan maka akan muncul sebuah kekuatan yang luar biasa. Tidak perlu iklan dan rekayasa, apresiasi tulus akan datang dengan sendirinya. Apresiasi yang sangat dahsyat itu akan diberikan oleh dua pihak: Tuhan dan manusia. Sumber: Detik.com

0 comments:

Post a Comment